Bangunan Bersejarah di Kaki Gedung Pongah
Seperti yang kita tahu bahwasanya Indonesia memiiki banyak bangunan dan benda bersejarah. Beberapa bangunan tersebut masih dapat kita lihat sampai sekaang. Namun, banyak juga yang sudah mulai termakan usia karena kurangnya perhatian dari masyarakat dan pemerintah.
Rumah ini dapat dikatakan sebagai saksi dalam kehidupan kota Depok. Menurut Rian Timadar, bahwa rumah itu dibeli saudagar keturunan Tionghoa bernama Lauw Tek Lock pada abad ke-19. Kemudian, rumah itu diwariskan kepada putranya yang bernama Kapiten Der Cinezeen, Lauw Tjeng Shiang.
Sementara itu, Adolf Heuken dalam Historical Sites of Jakarta (1982) menulis bahwa rumah tersebut sempat rusak akibat gempa pada 1834. Rumah itu kemudian dibangun kembali pada 1898. Menurut Heuken, pada 1866, rumah itu dimiliki keluarga Tan.
Di bangunan itu terdapat belasan batu-batu yang berbentuk menyerupai Gong, salah satu alat musik gamelan, yang bercampur dengan batu-batu biasa di sekitar lokasi. Selain itu terdapat 3 batu besar berbentuk kubus dengan lubang di tengahnya.
Menurut petugas keamanan Mc Donalds itu, dulu bahkan ada sebuah batu yang berbentuk lesung dengan ukuran besar memanjang. Namun sayang, karena kurangnya kesadaran masyarakat sekitar, batu lesung dan beberapa batu berbentuk gong itu dihancurkan dan digunakan sebagai bahan pembangunan rumah warga.
Candi ini diperkirakan terkubur bersamaan akibat letusan Gunung Merapi di dekatnya yang meletus sekitar seribu tahun yang lalu. Penemuan candi ini merupakan penemuan arkeologi yang paling menarik di Yogyakarta baru-baru ini, serta menimbulkan spekulasi mengenai kemungkinan adanya candi-candi lain yang masih terkubur oleh lahar dan debu vulkanik Gunung Merapi.
Nah itu tadi beberapa bangunan berseraha yang ada di tengah gedung gedung megah. Yang teradang letaknya bersembunyi. Sebagai generasi muda, mari kita tingkatkan kesadaran agar terus menjaga peninggalan budaya Indonesia
Nyatanya negara kita sudah memiliki undang undang mengatu benda, bangunan, atau struktur bersejarah. Ketiga benda tersebut sering dikenal dengan istilah cagar budaya. UU no. 11 tahun 2010 mengatur pelestarian ketiga objek tersebut, baik yang di darat ataupun yang di air.
Sayangnya, memski adana undang undang tersebut masih saja ada penyimpangan serta pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pihak yang idak bertanggung jawab. Atas nama pembangunan ekonomi mereka rela menyampingkan kekayaan budaya negara Indonesia. Di Indonesia banyak bangunan bangunan cagar budaya yang di injak oleh "kaki kaki" pencakar langit atau kaki bangunan megah. Berikut bangunan yang diinjak oleh bangunan bangunan megah
Rumah Pondok Cina
Rumah Pondok Cina |
Sementara itu, Adolf Heuken dalam Historical Sites of Jakarta (1982) menulis bahwa rumah tersebut sempat rusak akibat gempa pada 1834. Rumah itu kemudian dibangun kembali pada 1898. Menurut Heuken, pada 1866, rumah itu dimiliki keluarga Tan.
Jika dari jalan margonda, anda tidak dapat melihat bangunan ini. Keberadaanya dihimpit oleh bangunan hotel Margo dan mall Margo City. Bangunan ini sekarang hanya disisakan bagian fasad nya saja, atau bagian luar saja. Sebelum menjadi bagian dari hotel margo, tempat ini sempat dijadikan sebuah cafe.
Candra Naya
Candra Naya merupakan bangunan bergaya tionghoa. Bangunan ini merupakan bekas kediaman Mayor Khouw Kim An, seorang mayor Tionghoa(majoor de Chineezen) terakhir di Batavia. Bangunan seluas 2.250 meter persegi ini memiliki arsitektur Tionghoa yang khas dan merupakan salah satu dari dua kediaman rumah mayor Tionghoa Batavia yang masih berdiri di Jakarta.
Pada 1992, Candra Naya dijual kepada Modern Group yang dimiliki oleh Samadikun Hartono. Pada awalnya, oleh pemiliknya, Candra Naya direncanakan untuk direlokasi ke Taman Mini Indonesia Indah, namun Sutiyoso, Gubernur Jakarta pada 2003 tidak menyetujui usulan tersebut; selain itu usulan atas pemindahan ini juga mendapat tentangan keras dari para pecinta bangunan tua yang tidak setuju sebuah bangunan heritage (pusaka) dipindahkan dari habitat aslinya, demi kepentingan bisnis semata.
Candra Naya
Candra Naya merupakan bangunan bergaya tionghoa. Bangunan ini merupakan bekas kediaman Mayor Khouw Kim An, seorang mayor Tionghoa(majoor de Chineezen) terakhir di Batavia. Bangunan seluas 2.250 meter persegi ini memiliki arsitektur Tionghoa yang khas dan merupakan salah satu dari dua kediaman rumah mayor Tionghoa Batavia yang masih berdiri di Jakarta.
Pada 1992, Candra Naya dijual kepada Modern Group yang dimiliki oleh Samadikun Hartono. Pada awalnya, oleh pemiliknya, Candra Naya direncanakan untuk direlokasi ke Taman Mini Indonesia Indah, namun Sutiyoso, Gubernur Jakarta pada 2003 tidak menyetujui usulan tersebut; selain itu usulan atas pemindahan ini juga mendapat tentangan keras dari para pecinta bangunan tua yang tidak setuju sebuah bangunan heritage (pusaka) dipindahkan dari habitat aslinya, demi kepentingan bisnis semata.
Pada Februari 2012, gedung utama (main building) Candra Naya yang berhasil diselamatkan dipugar dan menjadi bagian dari kompleks hunian dan komersial terpadu, Green Central City (GCC). Kompleks GCC tersebut juga terdiri dari apartemen dan hotel. Bangunan sayap (wings) kiri-kanan, begitu pun gazebo-nya, juga dibangun kembali setelah sebelumnya dibongkar total, sedangkan bangunan belakang (back building) yang berlantai dua dan mempunyai "sayap" di kiri-kanannya (lihat foto) tidak berhasil diselamatkan karena telah dibongkar untuk selamanya. Kini amat disayangkan bangunan ini berada dekat dengan gedung gedung bertingkat.
Situs Watu Gong
Letak situs yang tersembunyi sumber: merdeka.com |
Situs ini terletak di wilayah Malang. Satu hal yang cukup miris ialah letaknya yang cukup tersembunyi. Situs peninggalan megalitik ini bertempat di lahan parkir sebuah restoran cepat saji. tepatnya di belakang pojok kanan, tepat di samping musala milik restoran cepat saji tersebut. Situs itu dikelilingi oleh tembok yang berukuran sekitar 5x5 meter.
Di bangunan itu terdapat belasan batu-batu yang berbentuk menyerupai Gong, salah satu alat musik gamelan, yang bercampur dengan batu-batu biasa di sekitar lokasi. Selain itu terdapat 3 batu besar berbentuk kubus dengan lubang di tengahnya.
Menurut petugas keamanan Mc Donalds itu, dulu bahkan ada sebuah batu yang berbentuk lesung dengan ukuran besar memanjang. Namun sayang, karena kurangnya kesadaran masyarakat sekitar, batu lesung dan beberapa batu berbentuk gong itu dihancurkan dan digunakan sebagai bahan pembangunan rumah warga.
Candi UII atau Candi Kimpulan
sumber: anindyapuspita08.files.wordpress.com |
Candi ini merupakan candi Hindu Buddha yang diduga berasal dari abda ke-9 hingga ke-10 Masehi. Sekarang candi ini berada di antara bangunan kampus UII. Secara tidak sengaja Candi ini ditemukan saat hendak dibangunnya perpustakaan UII.
Candi ini diperkirakan terkubur bersamaan akibat letusan Gunung Merapi di dekatnya yang meletus sekitar seribu tahun yang lalu. Penemuan candi ini merupakan penemuan arkeologi yang paling menarik di Yogyakarta baru-baru ini, serta menimbulkan spekulasi mengenai kemungkinan adanya candi-candi lain yang masih terkubur oleh lahar dan debu vulkanik Gunung Merapi.
Komentar
Posting Komentar