Perkembangan teknologi nuklir dibidang kesehatan

APLIKASI TEKNIK NUKLIR DALAM BIDANG KESEHATAN MASA KINI. Salah satu cabang ilmu kedokteran yang berkembang pesat sejak berakhirnya Perang Duma Kedua adalah kedokteran nuklirberikut aplikasinya dalam pelayanan kedokteran. Iilmu kedokteran nuklir mempelajari proses fisiologidan biokimia yang teijadi dalam organ tubuh manusia dengan menggunakan perunut bertanda radioaktif. Aplikasinya meliputi studi in vivo, in vitro atau in vivitro dan terapi radionukiida. Perkembangan daiam berbagai disiplin ilmu dan teknologi pendukungnya telah mampu meningkatkan produksi lebih banyak jenis radionuklida dan radiofarmakanya, mulai dan senyawa bertanda iodium radioaktif, kemudian dengan 99mTc dan 201T1 serta radiofarmaka berwaktu paro pendek produksi sikiotron seperti senyawa bertanda 123I,18F, 11C, 13N dan 82Ru. 

Sekretaris Jenderal Kemkes Untung Suseno Sutarjo menjadi salah satu panelis dalam Scientific Forum-General Conference IAEA ke 61 di Gedung PBB Wina, Austria. Dia menyampaikan, aspek public health membutuhkan sentuhan tenologi nuklir selain bidang radio terapi dan radio diagnostik yang telah banyak digarap selama ini.

“Pemandulan nyamuk dalam pengendalian vektor penyakit menular adalah salah satu yang bisa dikembangkan,” ungkap Untung, dalam sesi penutupan 20 September 2017.

Delegasi Kemenkes yang dipimpin oleh Sesjen Kemenkes dan beranggotakan Staf Ahli Menkes Bidang Hukum, Dirut RSK Dharmais, Direktur Fasyankes dan Kabag Kerjasama Kesehatan Multilateral mengikuti pertemuan global tahunan IAEA yang membahas teknologi nuklir di dunia dimana tahun ini tema scientific forumnya adalah “Nuclear Techniques in Human Health“.

Dalam pertemuan yang berlangsung selama 5 hari ini, delegasi Kemenkes bergabung dengan delegasi dari BATAN, BAPETEN, Kementerian ESDM dan PTRI Jenewa berpartisipasi aktif dalam mengikuti sesi-sesi sidang, pameran dan bahkan menyelenggarakan dan menjadi pembicara dalam beberapa side event yang dilakukan.

Hal yang cukup membanggakan adalah pada pidato pembukaan General Conference of The International Atomic Energy Agency ke 61 disampaikan bahwa Indonesia akan menjadi anggota Board of Governor periode 2017 – 2019 yang beranggotakan 13 negara, dan menjadi ketua board tahun 2017 – 2018. Ini merupakan tugas yang cukup berat mengingat ada beberapa isu nuklir di Korea Utara dan beberpa masalah sensitive lainnya.

Khusus dalam scientific forum ini, kami melihat ada beberapa hal yang perlu dicatat, yaitu pada sesi 1 membahas peran nutrisi dalam mencegah penyakit tidak menular. Kondisi malnutrisi menjadi faktor penting dalam terjadinya penyakit kanker dan penyakit metobolik (seperti jantung, diabetes mellitus, dan hipertensi).

Melalui metode-metode nuklir dan isotop, kita mampu mengevaluasi program perbaikan nutrisi baik perorangan maupun masyarakat serta mengembangkan program-program serta kebijakan yang tepat untuk perbaikan nutrisi.

Sesi ini juga menggarisbawahi trend dalam pencitraan medis dalam menilai status gizi seseorang, salah satunya dengan memasukkan foto ke dalam sebuah aplikasi yang bisa diunduh di play store.

Sesi 2 membicarakan tentang bagaimana melakukan diagnosa penyakit menggunakan teknik nuklir, mulai dari penetapan stadium, lokasi dan penyebaran penyakit serta respons terhadap pengobatan. Penyakit-penyakit yang menggunakan teknologi ini antara lain kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit menular, serta penyakit saraf.

Sesi 3 membicarakan tentang bagaimana mengatasi tantangan penggunaan kedokteran nuklir yang aman di lapangan untuk melakukan deteksi dini, diagnosis dan pengobatan suatu penyakit. Tantangan yang sering terjadi adalah masalah biaya kesehatan, infrastruktur, SDM serta data yang lengkap untuk menghasilkan policy options yang komprehensif dlm pengembangan kedokteran nuklir untuk mengatasi masalah kesehatan di setiap negara.

Sesi 4 membahas tentang radioterapi untuk mengobati kanker dimana para panelis memaparkan pendekatan multi disiplin untuk mengoptimalkan hasil bagi pasien. Dibahas pula perkembangan paling mutakhir dalam radioterapi dan inovasi dalam perawatan pasien. Dalam kesempatan ini prof dr. Soehartati Gondhowiardjo dari RSCM menjadi salah satu panelis. Beberapa hal yang menarik adalah pentingnya e-learning dalam mengembangkan dan mensosialisasi teknik-teknik baru dibidang radiolongi kepada tenaga kesehatan, serta bagaimana suatu negara harus bijak menentukan modalitas radio diagnosis dan radio terapi yang digunakan di wilayahnya mengingat teknologi baru yang mahal dan akan berat bila ditanggung UHC.

Sesi 5 fokus pada bagaimana menjaga mutu dan keamanan penggunaan radiasi bidang kesehatan. Di sini ditekankan pentingnya peer review, audit klinis, dan bagaimana meningkatkan kinerja fasyankes. Dan juga, dipaparkan lesson learnt dari berbagai proyek IAEA di beberapa negara.

Di dalam kata penutupnya, DG IAEA Mr Yukiya Amano menyampaikan ke depan perhatian akan lebih serius terhadap penggunaan nuklir dibidang kesehatan selain juga untuk energi dan pangan. IAEA juga akan pererat hubungan dengan WHO serta mengoptimalkan hasil ImPACT untuk menjadi bahan perencanaan nasional.

Beberapa panelis yang lain mengangkat isu pembiayaan dan peta jalan nasional pengembangan kedokteran nuklir yang sering dipandang sebelah mata oleh para pembuat kebijakan di suatu negara. Hal ini penting dalam era JKN dimana penyakit tidak menular menjadi penyakit terbanyak yang perlu diobati dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Indonesia juga melakukan pameran yang menampilkan karya anak bangsa yaitu Renograf dan beberapa sediaan produksi Kimia Farma. (kes)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen Layanan TI Bukalapak

"Karangan Bunga", Bentuk Indahnya tidak Seindah Dampaknya

what is Hypebeast